Kamis, 30 September 2010

Kuliner Pantai Laskar Pelangi, Si Penggoda Lidah!

Awalnya saya dan rekan petualang duduk dengan manis di meja makan menunggu menu datang. Tapi ternyata kami langsung diberi tanda oleh pemandu wisata untuk segera menuju ke dapur dan memilih sendiri santapan yang akan dimasak. Jangan kaget karena berbagai macam hewan laut yang masih mentah akan dikeluarkan untuk anda pilih. Atas rekomendasi beberapa orang, kami pun memilih ilak bakar bumbu, ilak bakar kecap, gangan, cumi-cumi saos tiram, dan genjer terasi.

Ikan ilak yang dimasak dibelah menjadi dua dan diberi bumbu kecap. Warnanya yang matang kecoklatan sangat menggoda lidah. Sedangkan ilak bakar bumbu warnanya kuning keemasan. Ikan bakar yang dilumuri bumbu kunyit di seluruh tubuhnya ini siap disantap dengan sambal terasi atau sambal kecap. Jangan lupa mengambil genjer terasi sebagai teman sayur, rasanya sungguh aduhai memanjakan lidah.

Kalau soal gangan, masakan yang satu ini juga dimasak dengan menggunakan kunyit. Bedanya, gangan yang kami santap adalah sop kepala ikan ketarap. Selain kunyit, bahan campuran untuk kuahnya adalah buah nanas, lengkuas, asam jawa, bawang, dan cabe rawit. Sudah bisa dibayangkan rasanya? Sensasi manis, asam, pedas, dan segar jadi satu di mulut! Menurut cerita penduduk, gangan ternyata sudah seperti makanan sehari-hari mereka.

Untuk para pengunjung yang tidak suka ikan, masih ada sea food khas Belitung seperti cumi-cumi, udang dan kepiting. Menurut pemandu wisata kami, kepiting sungai jauh lebih enak daripada kepiting laut. Dagingnya lebih banyak dan rasanya lebih maknyus!

Sedikit tips, jangan tunggu sampai perut lapar jika ingin memesan makanan khas pinggir pantai. Butuh waktu sekitar empat puluh menit untuk memasak semua pesanan. Sambil menunggu, mungkin anda bisa memesan es kelapa murni atau bersantai menikmati senja bersahaja di pantai yang terkenal sebagai lokasi syuting film Laskar Pelangi itu. Selamat berlibur!

Harga untuk porsi 4-5 orang:
  • Gangan: Rp. 55.000,-
  • Cumi Saos Tiram: Rp 40.000,-
  • Ilak Bakar Kecap: Rp. 36.000,-
  • Ilak Bakar Bumbu: Rp. 36.000.-
  • Genjer Terasi: Rp. 10.000,-
  • Nasi (1 bakul): Rp. 12.000,-
  • Es kelapa: @ Rp. 7.000,-
Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/29/205529/1451710/1001/kuliner-pantai-laskar-pelangi-si-penggoda-lidah

    Galeri Foto Rumah Adat Bolon

     

       
     

    Galeri Foto Danau Kembar

     

       

       

     

    Galeri "Taj Mahal"nya Riau!

     

       Suasana Mesjdi An-Nur di Malam Hari

     
       
     
      Mesjid An-Nur dari depan, sepintas mirip Taj Mahal.

    Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/29/022547/1450813/1001/taj-mahal-di-riau

    Rumah Adat Bolon!

    Rumah Bolon, tempat tinggal Raja

    Pematang Siantar, Rabu (29/09. Sekitar 2 Jam dari Pematang Siantar terdapat rumah peninggalan raja Purba atau yang lebih dikenal rumah adat Bolon.Ditempat ini selain rumah raja terdapat pula kuburan raja terakhir yaitu Raja Mogang Purba [Juli 1904 - 15 Agustus 1947]. Rumah yang berumur lebih dari 100 thn ini pernah mengalami renovasi beberapa kali.Berikut ulasan mengenai fungsi dari rumah yang terdapat di kawasan rumah adat Bolon. Pattangan Raja
    Bangunan ini berhadapan dengan tempat tinggal raja yang berfungsi sebagai tempat duduk, ditempat ini biasanya raja melakukan aktifitas seperti bermain musik, alatnya sendiri di simpan diatas tempat duduk raja, sambil memperhatikan para gadis yang sedang menumbuk padi di bagian sebelah kanan Pattangan Raja.

    Rumah Bolon
    Balei Bolon dipakai sebagai tempat tinggal raja bersama ke 12 istrinya, tamu dilarang untuk menginap ditempat ini. Sedangkan untuk tamu sendiri terdapat bangunan khusus yang di sebut Jambur.Luas bangunan ini 8 x 30m

    Balei Bolon
    Bangunan ini disebut juga sebagai tempat pengadilan dan penjara sementara. Terkadang tempat ini dijadikan sebagai tempat musyawarah. Peraturan dan hukuman yang akan diterima oleh terdakwa sudah tercantum dalam peraturan yang terdapat di tiang bangunan Balei Bolon. Diatap rumah ini terdapat kepala kerbau yang berfungsi sebagai pengusir roh jahat dan simbol kemakmuran, sedangkan bangunan kecil seperti kandang merpati, itu berfungsi sebagai tempat penangkal ilmu hitam.

    Pattangan Puang Bolon
    Bangunan ini berfungsi sebagai tempat duduk permaisuri raja yang tidak boleh diduduki oleh orang lain. Bangunan ini terletak diantara rumah Bolon dan Balei Bolon.

    Balei Butu & Jabu Jungga
    Sebelum memasuki kawasan tempat tinggal raja, terdapat bangunan tempat tinggal pengawal raja atau yang disebut Balei Butu, tidak jauh dari tempat ini terdapat Jabu Jungga atau tempat tinggal Panglima raja bersama keluarganya.

    Losung
    Bangunan ini tempat menumbuk padi yang dilakukan oleh para gadis sebelum akhirnya mereka dipersunting raja.
    Alat transportasi traditional disebut juga Gajah - gajah, kendaraan ini biasanya ditarik oleh manusia atau kuda.
    Nama - nama raja kerajaan Purba

    1. Tuan Pangultop Ultop [1624 - 1648]
    2. Tuan Ranjinman [1648 - 1669]
    3. Tuan Nanggaraja [1670 - 1692]
    4. Tuan Batiran [1692 - 1717]
    5. Tuan Bakkaraja [1718 - 1738]
    6. Tuan Baringin [171738 - 1769]
    7. Tuan Bona Batu [1769 - 1780]
    8. Tuan Raja Ulan [1781 - 1796]
    9. Tuan Atian [1800 - 1825]
    10. Tuan Horma Bulan [1826 - 1856]
    11. Tuan Raondop [1856 - 1886]
    12. Tuan Rahalim [1886 - 1921]
    13. Tuan Karel Tanjung [1921 - 1931]
    14. Tuan Mogang [1933 - 1947]

    Kerajaan Purba mulai berdiri pada abad ke XV, hanya raja Mogang yang mempunyai istri 1 karena beliau sangat berpendidikan dan modern pada jamannya, selain itu beliau sudah memeluk agama Kristen dan kebiasaan para pendahulunya tidak dia ikuti.[ida]

    Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/30/193118/1452635/1001/rumah-adat-bolon

    Pesona Danau Kembar

    Danau di Bawah yang dilihat dari atas

    Solok merupakan kabupaten yang kaya akan danau-danau indah. Tak kurang dari empat danau terdapat di sana, yaitu: Danau di Atas, Danau di Bawah, Danau Singkarak dan Danau Talang. Saya sungguh beruntung bisa mengunjungi beberapa di antaranya dan menikmati keasrian alamnya.

    Tujuan pertama saya dan Kinanti pagi itu adalah Danau di Atas dan Danau di Bawah yang sering disebut juga sebagai Danau Kembar. Danau Kembar memang terdiri dari dua danau yang terpisah jarak sekitar 1 km. Meskipun dibilang kembar, keduanya sungguh berbeda baik dari luas, bentuk maupun ketinggiannya. Kita bisa melihat keduanya bersamaan bila sedang berada sangat tinggi, mungkin ketika sedang berada di atas helikopter.

    Kami berangkat dari Kota Padang pada jam 10 pagi ketika cuaca masih cerah. Di Lubuk Aluih, kami mengambil jalan ke kanan untuk menuju arah Solok, kabupaten di mana kedua danau tersebut berada. Hutan pinus, perkebunan teh dan lembah berada di kiri kanan yang kami lewati dari kala itu. Hijau di mana-mana.

    Setelah sekitar 3 jam perjalanan, sampailah kami ke danau pertama, yaitu Danau di Atas. Untuk mengunjunginya,  kami harus membayar tiga ribu rupiah per orang kepada seorang pemuda. Ketika kami meminta tiket masuk, pemuda tersebut hanya berkata, "Danau ini sekarang diurus sama pemuda sini". Ini berarti kami tidak mendapat tiket.

    Danau di Atas adalah danau yang lebih besar dibanding satunya. Terdapat sebuah dramaga kayu kecil di sana. Sejumlah anak kecil tampak sedang bermain dan membantu bapak-bapak yang mencuci dan menjemur pakaian di sana. Tidak ada pengunjung lain selain grup kami kala itu. Sayang sekali, padahal tempat ini menyajikan pemandangan danau yang alami dengan air yang bening. Pohon-pohon pinus yang tumbuh di tepian membuatnya seakan dijaga pagar alami.

    Cuaca mendung membuat kami tak bisa berlama-lama di sana. Kami beranjak menuju tujuan kedua, yaitu Danau di Bawah yang berjarak kira-kira 1 km di tempat yang terletak lebih tinggi. Uni Miya, pendamping kami, bercerita bahwa danau tersebut dinamakan Danau di Bawah karena, ketika melihatnya, danau tersebut terletak di bawah kita.
    Maksudnya, kita harus berjalan ke tempat yang lebih tinggi untuk melihat danau tersebut.
    Setibanya di depan pintu masuk, seorang pemuda langsung mematok bea sebesar Rp.20.000,- untuk mobil kami yang berisi empat orang. Sempat ada tawar menawar, namun dia bersikukuh dengan permintaannya.

    Perjalanan panjang dan mendaki kami itu terbayar dengan pemandangan Danau di Bawah yang memang indah. Kontur Alahan Panjang yang berbukit-bukit, membuatnya seperti mangkok hijau raksasa. Terdapat sejumlah kebun sayur dan pesawahan di sekelilingnya. Tanah dan iklimnya yang sejuk membuatnya jadi tempat yang sesuai untuk berbagai bunga dan buah-buahan.

    Ya, Danau Di Atas dan Danau di Bawah memang menyajikan pemandangan alam yang masih cantik dan apa adanya. Namun jangan berharap bisa menemui fasilitas wisata yang mewah di sini. Ketiadaan tiket masuk, bangunan cottage dan restoran yang tampak seperti rumah hantu, dan sampah yang tersebar di beberapa sudut cukup menjelaskan seperti apa pengelolaan wisata danau ini.

    Tertarik dengan wisata danau dan perbukitan? Saya yakin anda pun akan menyukai keindahan Danau Kembar ini. Cantiknya alam meninggalkan kesan yang menyenangkan. Seperti perasaan yang kami dapatkan dari sana.

    Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/30/014102/1451796/1001/pesona-danau-kembar

    Taj Mahal di Riau!


    Tak perlu pergi ke India untuk melihat bangunan Taj Mahal. Mesjid dengan dua menara di sisi-sisinya dan terdapat kolam besar di halamannya. Di Sumatra terdapat mesjid yang berarsitektur seperti Taj Mahal, yang paling terkenal yaitu mesjid Agung Ar Rahman Aceh. Namun, saat ini selain di Aceh kita juga bisa melihat mesjid dengan arsitektur serupa di provinsi Riau, Kota Pekanbaru, yaitu mesjid An-Nur.

    Mesjid An-Nur didirikan pada tahun 1964 saat pemerintahan gubernur Khairudin Nasution. Pada saat itu arsitektur bangunan bukanlah bergaya Taj Mahal melainkan mesjid dengan satu menara. Setelah direnovasi besar-besaran pada tahun 2002, mesjid tersebut mengalami pelebaran dan perubahan arsitektur. Renovasi tersebut memakan empat jalur jalan di depannya dan menghancurkan stadion Hang Tuah. Pemerintah setempat sengaja merenovasi besar-besaran agar mesjid An-Nur bisa berfungsi sebagai Islamic Center selain sebagai tempat ibadah.

    Mesjid ini menjadi tempat beraktivitasnya para remaja dan pelaksanaan pendidikan Islam. Halaman mesjid yang luas sengaja diperuntukkan sebagai sarana rekreasi dan tempat berolahraga. Setiap sore tempat ini ramai dikunjungi warga bahkan tak jarang terlihat beberapa keluarga sedang asyik bersantai ditepi kolam di malam hari sambil mengagumi arsitektur mesjid.

    Jika Anda berjalan-jalan ke Pekanbaru, cobalah mengunjungi mesjid ini di jantung kota Pekanbaru. Selain bisa menikmati kemegahannya, bermain ditepi kolamnya akan membuat Anda merasa sedang berada di Aceh bahkan di India. Dan jika datang di malam hari, mata Anda akan dimanjakan dengan gemerlapnya lampu mesjid.

    Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/29/022547/1450813/1001/taj-mahal-di-riau

    Mendaki Eksotisme Gunung Rinjani

    PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa yang bermarkas di New York, menetapkan tahun 2002 sebagai tahun “Ekowisata, Gunung Berapi Internasional, dan Warisan Budaya”. Tema utama yang diusung itu terasa tepat di tengah maraknya kerusakan lingkungan, yang berakibat buruk bagi kehidupan manusia.

    Di Indonesia, Presiden Megawati meresponnya dengan Pencanangan Tahun Ekowisata 2002, yang peresmiannya dilaksanakan di Puncak Selo, Kabupaten Boyolali, tepatnya di celah Gunung Merapi-Merbabu. Gerakan nasional ini mencerminkan kepedulian dunia pariwisata terhadap kelestarian lingkungan.
    Secara sederhana, ecotourism atau sering disebut ekowisata merupakan sebuah produk pariwisata yang memanfaatkan aset alam dan lingkungan secara arif dan bijaksana. Sehingga kekayaan serta keanekaragaman hayati bisa lestari dan serasi dengan komunitas manusia di sekelilingnya.
    Keputusan pemerintah untuk menggalakkan ekowisata di Indonesia adalah sebuah langkah tepat. Hal ini didasari kenyataan bahwa basis kekuatan pariwisata Indonesia sebenarnya terletak pada anugerah kekayaan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
    Dengan memiliki 129 gunung berapi atau 13% gunung api di dunia, prospek pengembangan ekowisata di Indonesia bisa dibilang cerah. Sayangnya, hanya sedikit kawasan gunung berapi yang dikelola secara ekowisata yang menghasilkan devisa negara. Selebihnya terbengkalai dan rusak parah akibat kesalahan pengelolaan dan penebangan liar.
    Salah satu gunung berapi di Indonesia yang terkenal ke seantero dunia adalah Rinjani. Setiap tahun, tercatat ribuan wisatawan asing dan domestik mendaki gunung berketinggian 3.726 m dpl (dari permukaan laut) ini. Tak pelak lagi, Gunung Rinjani menjadi incaran pencinta petualangan alam bebas.
    Terletak di sebelah utara tanah Lombok, Nusa Tenggara Barat, Gunung Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia. Ketinggian puncaknya hanya terkalahkan oleh Pegunungan Jayawijaya di tanah Papua dan Gunung Kerinci yang berada di tanah Sumatera.
    Ada beberapa jalur pendakian yang sering dipakai untuk mendaki Gunung Rinjani. Namun bagi petualang yang pertama kali berkunjung ke Lombok, disarankan memilih jalur Sembalun Lawang. Pos awal pendakian di jalur ini relatif murah dan mudah dijangkau dengan transportasi umum.
    Dari gerbang pelabuhan laut Lembar, perjalanan menuju terminal bus di Kota Mataram. Di terminal tersedia kendaraan elf jurusan Mataram-Aikmel. Sekira 1 jam perjalanan, sampailah di kawasan Aikmel. Di sini, para petualang disambut kendaraan elf yang langsung menuju pos pendakian Sembalun Lawang.
    Selama menempuh perjalanan, kita melewati hutan tropis ditambah atraksi monyet liar di pinggiran jalan. Areal perkebunan kol, cabai dan bawang terbentang luas. Selain itu, tersaji pemandangan ngarai hijau mempesona yang dihuni suku Sasak tradisional, suku asli Pulau Lombok.
    Setiba di pos pendakian Sembalun Lawang, para pendaki wajib mendaftarkan diri. Sebelum keberangkatan, petugas jagawana memberikan pesan agar menjaga kebersihan dan menghormati adat istiadat penduduk setempat. Tak lupa diterangkan pula lokasi mata air yang tersembunyi.
    Bagi yang membutuhkan, tersedia jasa guide (pemandu) atau porter (tenaga angkut), yang dilengkapi penyewaan peralatan serta perbekalan standar pendakian gunung. Pengelolaan jasa wisata yang melibatkan suku Sasak ini, menerapkan tarif berbeda bagi wisatawan asing dan wisatawan lokal.
    Medan pendakian
    Tantangan awal yang mesti ditempuh adalah padang sabana yang luas dan berbukit-bukit. Karakteristik alam ini memberikan pengalaman baru bagi petualang yang biasa mendaki pegunungan di tanah Jawa. Biasanya pegunungan di Jawa lebih banyak menyuguhkan hutan homogen dan heterogen.
    Tanah tandus berdebu disertai iklim yang menyengat membuat stamina cepat terkuras. Hanya di beberapa tempat terhampar rumut ilalang yang lebat sebagai makanan lezat bagi lembu-lembu gembala. Di tempat tertentu terdapat pos khusus yang bisa digunakan berkemah dengan mata air dan wc darurat.
    Sehabis padang sabana, medan perjalanan terasa semakin berat. Tanjakan terjal dengan jurang menganga mulai hadir di antara rimbunan hutan heterogen. Gunung Rinjani bisa dikatakan aman dari ancaman binatang buas. Burung, monyet yang bergelantungan dan ayam hutan yang kerap dijumpai di hutan.
    Setelah menempuh perjalanan sekitar 7 jam, sampailah di pelawangan (punggungan gunung) Sembalun Lawang. Lokasi yang ditumbuhi cemara gunung (Casuarina junghuniana) ini merupakan pos pendakian terakhir sebelum menuju puncak.
    Pelawangan Sembalun Lawang terletak persis di lereng penyangga Danau Segara Anakan. Walhasil, sembari istirahat, pendaki bisa sepuasnya menyaksikan keeksotisan danau raksasa yang terbentuk secara vulkanik akibat letusan Gunung Rinjani.
    Sayangnya cuaca di ketinggian ini sangat mudah berubah. Serangan kabur dingin bisa datang mendadak menggantikan cuaca panas menyengat. Tak jarang angin badai mampu merobek bahkan menerbangkan tenda. Namun, pesona sunrise dan sunset menjadi momen yang tak terlupakan seumur hidup.
    Lantas ada dua pilihan: melanjutkan petualangan menuju puncak atau langsung turun ke Danau Segara Anakan. Medan perjalanan menuju puncak berat dan cukup berbahaya. Padang pasir, kawah, dan jurang yang seolah tanpa dasar, akan memaksa berpacunya adrenalin selama 3-5 jam perjalanan.
    Sedangkan medan perjalanan menuju Danau Segara Anakan tak kalah menegangkan. Para pendaki harus lincah menuruni lereng cadas dengan kemiringan berkisar 40-80 derajat. Yang patut diperhatikan ialah resiko reruntuhan batuan yang membahayakan jiwa pendaki.
    Danau Segara Anakan
    Bagi suku Sasak, Danau Segara Anakan dianggap tempat sakral yang harus dijaga kesuciannya. Danau berwarna hijau dan biru itu, digunakan pula sebagai tempat ziarah dan peribadatan umat Hindu, Islam Wettu Telu (sinkretisme Islam-Hindu) serta kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
    Maka tak perlu heran, bila mencium asap dupa atau menemukan kembang sesaji di sekitar tepian danau. Selain itu, Suku Sasak sangat menghormati tempat persemayaman Dewi Anjani ini, yang dipercaya sebagai penguasa tertinggi alam gaib Gunung Rinjani ini.
    Air danau yang berasa kesat, akibat campuran air tawar dan air belerang ini, diyakini sebagai obat ampuh untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Percaya atau tidak, nyatanya keadaan ini menyebabkan tumbuhnya kearifan budaya lokal untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menghindari eksploitasi sumber daya alam.
    Terlepas dari semua itu, para pendaki akan merasa dimanjakan alam. Untuk melemaskan otot yang tegang, kita bisa berendam air panas seharian di beberapa kolam belerang alami. Walaupun dijadikan tontonan puluhan monyet liar yang bertaring tajam.
    Yang paling mengasyikan, tentunya membakar ikan di pinggir danau. Ikan mas, mujair dan harper yang berukuran besar berkembang biak dengan pesat di danau ini. Bila kurang ahli memancing atau sedang apes, kita bisa membeli ikan dari pemancing lokal yang sering muncul di musim liburan.
    Di seberang danau terlihat gundukan bukit pasir yang sering mengeluarkan asap putih ke angkasa. Orang-orang menyebutnya sebagai Gunung Baru. Tak banyak keterangan mengenai gunung pasir yang masih aktif tersebut.
    Sumber: http://catros.wordpress.com/2007/06/14/mendaki-eksotisme-gunung-rinjani/

    Mengenal Raja Ampat, Kawasan Maritim Eksotis di Indonesia

    Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.

    http://www.balifilm.com/images/loc/Wayag%201%20-%20Raja%20Ampat,%20Irian%20Jaya.jpg

    Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.

    http://www.rajaampatcruises.com/images/raja+ampat3.jpg

    Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.

    http://farm1.static.flickr.com/194/458587020_d4a5a4e8dd_o.jpg
    http://farm1.static.flickr.com/158/337611757_4d2402c961_b.jpg

    Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.

    http://imagehost.ngobrolaja.com/files/kev/nonimg4679copy.jpg

    Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kudalaut mini, wobbegong dan Manta ray. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. 


    Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.

    http://dunialaut.com/wp-content/uploads/2009/01/skin-dive-raja-ampat.jpg
    http://inlinethumb54.webshots.com/38005/2447922890102872335S500x500Q85.jpg

    Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai. Dan masih banyak lagi situs terumbu karang yang sebenarnya belum pernah dijamah. Ini menjadikan penyelaman di Raja Ampat terasa lebih menantang.
    source: http://dunia-panas.blogspot.com/2010/09/kepulauan-raja-ampat-yang-eksotik-di.html


    sumber http://wahw33d.blogspot.com/2010/09/mengenal-raja-ampat-kawasan-maritim.html#ixzz110xelfeX

    Wakatobi, Permai di Atas Indah di Bawah

    Hal pertama yang rata-rata diucapkan orang kalau mendengar nama Kabupaten Wakatobi adalah, ”Wah, di manakah itu?” Padahal, kalau kita mencoba mencari dengan mesin pencari Google, langsung terpampang 225.000 tema tentang Wakatobi, baik yang berbahasa Indonesia maupun asing.
    Sesungguhnya Wakatobi sudah sangat terkenal di mancanegara, terutama setelah Ekspedisi Wallacea dari Inggris pada tahun 1995 menyebutkan bahwa kawasan di Sulawesi Tenggara ini sangat kaya akan spesies koral. Di sana, terdapat 750 dari total 850 spesies koral yang ada di dunia.

    Sampai saat ini pun di Pulau Hoga, salah satu pulau kecil di Wakatobi, lembaga Ekspedisi Wallacea masih menempatkan sebuah lembaga riset yang selalu didatangi peminat dari berbagai negara.

    Untuk lingkup Indonesia, Wakatobi adalah nama kabupaten yang terdiri dari empat pulau utama, yaitu Wangiwangi, Kalidupa, Tomia, dan Binongko. Jadi, Wakatobi adalah singkatan nama dari keempat pulau utamanya. Sebelum 18 Desember 2003, kepulauan ini disebut Kepulauan Tukang Besi dan masih merupakan bagian dari Kabupaten Buton.

    Jadi, Wakatobi memang surga untuk penggemar olahraga selam. Sampai saat ini, ada 29 titik penyelaman yang ditawarkan kepada siapa saja yang mau datang ke sana. Mau tahu tempat penyelaman yang spektakuler di sana? Ada, nama titiknya adalah Mari Mabuk. Main-main? Bukan. Nama tempatnya memang itu dan siapa pun yang datang ke titik dekat Pulau Tomia itu pasti akan mabuk karena keindahannya.

    Putri Indonesia 2005, Nadine Candrawinata, sudah membuktikan keindahan Mari Mabuk bulan April lalu saat menyelam bersama Bupati Wakatobi Hugua dan beberapa wartawan Ibu Kota.

    Keindahan daratan

    Baiklah, sebelum lebih jauh membicarakan Wakatobi, hal terpenting yang harus diutarakan adalah bagaimana mencapai kabupaten itu.

    Cara terbaik dan termurah saat ini adalah datang dulu ke ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari. Dari sana, kapal reguler menuju Pulau Wangiwangi berangkat tiap pagi pukul 10 dan akan tiba di tujuan sekitar 10 sampai 12 jam kemudian. Dari Wangiwangi, perjalanan ke pulau-pulau lain bisa ditempuh dengan perahu-perahu sewaan atau perahu reguler yang sederhana, tetapi cukup aman.

    Saat ini sebuah bandara sedang disiapkan di Wangiwangi. Kalau bandara ini selesai, diperkirakan pertengahan 2008, untuk mencapai Wangiwangi bisa dilakukan dengan penerbangan dari Bali, Makassar, atau Manado.

    Hanya penyelamankah pesona Wakatobi?

    Bukan sama sekali. Bisa dikatakan Wakatobi indah di atas dan di bawah sekaligus. Alam di sana masih bersih dan itu bisa dilihat dari beningnya sungai-sungai di sana. Perahu seakan melayang karena air di bawahnya seakan tidak terlihat.

    Kesadaran akan kebersihan ini sangat disadari masyarakat setempat. Sampah plastik umumnya dikumpulkan di suatu tempat untuk dijual kepada penadah. Selain membuat pemasukan bagi penduduk, kesadaran ini relatif menjaga kelestarian alam di sana.

    Pesona darat Pulau Wangiwangi adalah pada mata air-mata air di celah-celah bukit kapur, juga beberapa benteng dan masjid tua sisa Kerajaan Buton. Adapun Pulau Kalidupa dan Tomia kaya pemandangan pantai serta tarian tradisional.

    Pulau terujung, yaitu Binongko, yang dulu dikenal sebagai Pulau Tukang Besi, memang dipenuhi para pandai besi. Mereka mengerjakan pembuatan aneka alat rumah tangga yang dijual sampai Makassar. Saat mereka menempa besi panas adalah atraksi menarik. Sayangnya, sebagian pandai besi sudah memakai pipa pralon menggantikan bambu sebagai alat peniup api.

    Di Pulau Binongko pula penenun tradisional masih memberi pesona fotografis. Tenun yang mereka buat selama sepekan sampai sebulan bisa langsung dibeli dengan harga antara Rp 100.000 sampai Rp 1 juta tergantung mutu.

    Pendek kata, kalau menginginkan keindahan alamiah, datanglah ke Wakatobi.

    Penulis : Arbain Rambey
    Sumber : Kompas