Kamis, 30 September 2010

Taj Mahal di Riau!


Tak perlu pergi ke India untuk melihat bangunan Taj Mahal. Mesjid dengan dua menara di sisi-sisinya dan terdapat kolam besar di halamannya. Di Sumatra terdapat mesjid yang berarsitektur seperti Taj Mahal, yang paling terkenal yaitu mesjid Agung Ar Rahman Aceh. Namun, saat ini selain di Aceh kita juga bisa melihat mesjid dengan arsitektur serupa di provinsi Riau, Kota Pekanbaru, yaitu mesjid An-Nur.

Mesjid An-Nur didirikan pada tahun 1964 saat pemerintahan gubernur Khairudin Nasution. Pada saat itu arsitektur bangunan bukanlah bergaya Taj Mahal melainkan mesjid dengan satu menara. Setelah direnovasi besar-besaran pada tahun 2002, mesjid tersebut mengalami pelebaran dan perubahan arsitektur. Renovasi tersebut memakan empat jalur jalan di depannya dan menghancurkan stadion Hang Tuah. Pemerintah setempat sengaja merenovasi besar-besaran agar mesjid An-Nur bisa berfungsi sebagai Islamic Center selain sebagai tempat ibadah.

Mesjid ini menjadi tempat beraktivitasnya para remaja dan pelaksanaan pendidikan Islam. Halaman mesjid yang luas sengaja diperuntukkan sebagai sarana rekreasi dan tempat berolahraga. Setiap sore tempat ini ramai dikunjungi warga bahkan tak jarang terlihat beberapa keluarga sedang asyik bersantai ditepi kolam di malam hari sambil mengagumi arsitektur mesjid.

Jika Anda berjalan-jalan ke Pekanbaru, cobalah mengunjungi mesjid ini di jantung kota Pekanbaru. Selain bisa menikmati kemegahannya, bermain ditepi kolamnya akan membuat Anda merasa sedang berada di Aceh bahkan di India. Dan jika datang di malam hari, mata Anda akan dimanjakan dengan gemerlapnya lampu mesjid.

Sumber: http://aci.detik.com/read/2010/09/29/022547/1450813/1001/taj-mahal-di-riau

Mendaki Eksotisme Gunung Rinjani

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa yang bermarkas di New York, menetapkan tahun 2002 sebagai tahun “Ekowisata, Gunung Berapi Internasional, dan Warisan Budaya”. Tema utama yang diusung itu terasa tepat di tengah maraknya kerusakan lingkungan, yang berakibat buruk bagi kehidupan manusia.

Di Indonesia, Presiden Megawati meresponnya dengan Pencanangan Tahun Ekowisata 2002, yang peresmiannya dilaksanakan di Puncak Selo, Kabupaten Boyolali, tepatnya di celah Gunung Merapi-Merbabu. Gerakan nasional ini mencerminkan kepedulian dunia pariwisata terhadap kelestarian lingkungan.
Secara sederhana, ecotourism atau sering disebut ekowisata merupakan sebuah produk pariwisata yang memanfaatkan aset alam dan lingkungan secara arif dan bijaksana. Sehingga kekayaan serta keanekaragaman hayati bisa lestari dan serasi dengan komunitas manusia di sekelilingnya.
Keputusan pemerintah untuk menggalakkan ekowisata di Indonesia adalah sebuah langkah tepat. Hal ini didasari kenyataan bahwa basis kekuatan pariwisata Indonesia sebenarnya terletak pada anugerah kekayaan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Dengan memiliki 129 gunung berapi atau 13% gunung api di dunia, prospek pengembangan ekowisata di Indonesia bisa dibilang cerah. Sayangnya, hanya sedikit kawasan gunung berapi yang dikelola secara ekowisata yang menghasilkan devisa negara. Selebihnya terbengkalai dan rusak parah akibat kesalahan pengelolaan dan penebangan liar.
Salah satu gunung berapi di Indonesia yang terkenal ke seantero dunia adalah Rinjani. Setiap tahun, tercatat ribuan wisatawan asing dan domestik mendaki gunung berketinggian 3.726 m dpl (dari permukaan laut) ini. Tak pelak lagi, Gunung Rinjani menjadi incaran pencinta petualangan alam bebas.
Terletak di sebelah utara tanah Lombok, Nusa Tenggara Barat, Gunung Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia. Ketinggian puncaknya hanya terkalahkan oleh Pegunungan Jayawijaya di tanah Papua dan Gunung Kerinci yang berada di tanah Sumatera.
Ada beberapa jalur pendakian yang sering dipakai untuk mendaki Gunung Rinjani. Namun bagi petualang yang pertama kali berkunjung ke Lombok, disarankan memilih jalur Sembalun Lawang. Pos awal pendakian di jalur ini relatif murah dan mudah dijangkau dengan transportasi umum.
Dari gerbang pelabuhan laut Lembar, perjalanan menuju terminal bus di Kota Mataram. Di terminal tersedia kendaraan elf jurusan Mataram-Aikmel. Sekira 1 jam perjalanan, sampailah di kawasan Aikmel. Di sini, para petualang disambut kendaraan elf yang langsung menuju pos pendakian Sembalun Lawang.
Selama menempuh perjalanan, kita melewati hutan tropis ditambah atraksi monyet liar di pinggiran jalan. Areal perkebunan kol, cabai dan bawang terbentang luas. Selain itu, tersaji pemandangan ngarai hijau mempesona yang dihuni suku Sasak tradisional, suku asli Pulau Lombok.
Setiba di pos pendakian Sembalun Lawang, para pendaki wajib mendaftarkan diri. Sebelum keberangkatan, petugas jagawana memberikan pesan agar menjaga kebersihan dan menghormati adat istiadat penduduk setempat. Tak lupa diterangkan pula lokasi mata air yang tersembunyi.
Bagi yang membutuhkan, tersedia jasa guide (pemandu) atau porter (tenaga angkut), yang dilengkapi penyewaan peralatan serta perbekalan standar pendakian gunung. Pengelolaan jasa wisata yang melibatkan suku Sasak ini, menerapkan tarif berbeda bagi wisatawan asing dan wisatawan lokal.
Medan pendakian
Tantangan awal yang mesti ditempuh adalah padang sabana yang luas dan berbukit-bukit. Karakteristik alam ini memberikan pengalaman baru bagi petualang yang biasa mendaki pegunungan di tanah Jawa. Biasanya pegunungan di Jawa lebih banyak menyuguhkan hutan homogen dan heterogen.
Tanah tandus berdebu disertai iklim yang menyengat membuat stamina cepat terkuras. Hanya di beberapa tempat terhampar rumut ilalang yang lebat sebagai makanan lezat bagi lembu-lembu gembala. Di tempat tertentu terdapat pos khusus yang bisa digunakan berkemah dengan mata air dan wc darurat.
Sehabis padang sabana, medan perjalanan terasa semakin berat. Tanjakan terjal dengan jurang menganga mulai hadir di antara rimbunan hutan heterogen. Gunung Rinjani bisa dikatakan aman dari ancaman binatang buas. Burung, monyet yang bergelantungan dan ayam hutan yang kerap dijumpai di hutan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 7 jam, sampailah di pelawangan (punggungan gunung) Sembalun Lawang. Lokasi yang ditumbuhi cemara gunung (Casuarina junghuniana) ini merupakan pos pendakian terakhir sebelum menuju puncak.
Pelawangan Sembalun Lawang terletak persis di lereng penyangga Danau Segara Anakan. Walhasil, sembari istirahat, pendaki bisa sepuasnya menyaksikan keeksotisan danau raksasa yang terbentuk secara vulkanik akibat letusan Gunung Rinjani.
Sayangnya cuaca di ketinggian ini sangat mudah berubah. Serangan kabur dingin bisa datang mendadak menggantikan cuaca panas menyengat. Tak jarang angin badai mampu merobek bahkan menerbangkan tenda. Namun, pesona sunrise dan sunset menjadi momen yang tak terlupakan seumur hidup.
Lantas ada dua pilihan: melanjutkan petualangan menuju puncak atau langsung turun ke Danau Segara Anakan. Medan perjalanan menuju puncak berat dan cukup berbahaya. Padang pasir, kawah, dan jurang yang seolah tanpa dasar, akan memaksa berpacunya adrenalin selama 3-5 jam perjalanan.
Sedangkan medan perjalanan menuju Danau Segara Anakan tak kalah menegangkan. Para pendaki harus lincah menuruni lereng cadas dengan kemiringan berkisar 40-80 derajat. Yang patut diperhatikan ialah resiko reruntuhan batuan yang membahayakan jiwa pendaki.
Danau Segara Anakan
Bagi suku Sasak, Danau Segara Anakan dianggap tempat sakral yang harus dijaga kesuciannya. Danau berwarna hijau dan biru itu, digunakan pula sebagai tempat ziarah dan peribadatan umat Hindu, Islam Wettu Telu (sinkretisme Islam-Hindu) serta kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Maka tak perlu heran, bila mencium asap dupa atau menemukan kembang sesaji di sekitar tepian danau. Selain itu, Suku Sasak sangat menghormati tempat persemayaman Dewi Anjani ini, yang dipercaya sebagai penguasa tertinggi alam gaib Gunung Rinjani ini.
Air danau yang berasa kesat, akibat campuran air tawar dan air belerang ini, diyakini sebagai obat ampuh untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Percaya atau tidak, nyatanya keadaan ini menyebabkan tumbuhnya kearifan budaya lokal untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menghindari eksploitasi sumber daya alam.
Terlepas dari semua itu, para pendaki akan merasa dimanjakan alam. Untuk melemaskan otot yang tegang, kita bisa berendam air panas seharian di beberapa kolam belerang alami. Walaupun dijadikan tontonan puluhan monyet liar yang bertaring tajam.
Yang paling mengasyikan, tentunya membakar ikan di pinggir danau. Ikan mas, mujair dan harper yang berukuran besar berkembang biak dengan pesat di danau ini. Bila kurang ahli memancing atau sedang apes, kita bisa membeli ikan dari pemancing lokal yang sering muncul di musim liburan.
Di seberang danau terlihat gundukan bukit pasir yang sering mengeluarkan asap putih ke angkasa. Orang-orang menyebutnya sebagai Gunung Baru. Tak banyak keterangan mengenai gunung pasir yang masih aktif tersebut.
Sumber: http://catros.wordpress.com/2007/06/14/mendaki-eksotisme-gunung-rinjani/

Mengenal Raja Ampat, Kawasan Maritim Eksotis di Indonesia

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.

http://www.balifilm.com/images/loc/Wayag%201%20-%20Raja%20Ampat,%20Irian%20Jaya.jpg

Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.

http://www.rajaampatcruises.com/images/raja+ampat3.jpg

Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.

http://farm1.static.flickr.com/194/458587020_d4a5a4e8dd_o.jpg
http://farm1.static.flickr.com/158/337611757_4d2402c961_b.jpg

Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.

http://imagehost.ngobrolaja.com/files/kev/nonimg4679copy.jpg

Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis pigmy seahorse atau kudalaut mini, wobbegong dan Manta ray. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. 


Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.

http://dunialaut.com/wp-content/uploads/2009/01/skin-dive-raja-ampat.jpg
http://inlinethumb54.webshots.com/38005/2447922890102872335S500x500Q85.jpg

Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan. Ada juga pesawat karam peninggalan perang dunia ke II yang bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman menjadikan tempat yang bagus untuk wreck dive seperti di P. Wai. Dan masih banyak lagi situs terumbu karang yang sebenarnya belum pernah dijamah. Ini menjadikan penyelaman di Raja Ampat terasa lebih menantang.
source: http://dunia-panas.blogspot.com/2010/09/kepulauan-raja-ampat-yang-eksotik-di.html


sumber http://wahw33d.blogspot.com/2010/09/mengenal-raja-ampat-kawasan-maritim.html#ixzz110xelfeX

Wakatobi, Permai di Atas Indah di Bawah

Hal pertama yang rata-rata diucapkan orang kalau mendengar nama Kabupaten Wakatobi adalah, ”Wah, di manakah itu?” Padahal, kalau kita mencoba mencari dengan mesin pencari Google, langsung terpampang 225.000 tema tentang Wakatobi, baik yang berbahasa Indonesia maupun asing.
Sesungguhnya Wakatobi sudah sangat terkenal di mancanegara, terutama setelah Ekspedisi Wallacea dari Inggris pada tahun 1995 menyebutkan bahwa kawasan di Sulawesi Tenggara ini sangat kaya akan spesies koral. Di sana, terdapat 750 dari total 850 spesies koral yang ada di dunia.

Sampai saat ini pun di Pulau Hoga, salah satu pulau kecil di Wakatobi, lembaga Ekspedisi Wallacea masih menempatkan sebuah lembaga riset yang selalu didatangi peminat dari berbagai negara.

Untuk lingkup Indonesia, Wakatobi adalah nama kabupaten yang terdiri dari empat pulau utama, yaitu Wangiwangi, Kalidupa, Tomia, dan Binongko. Jadi, Wakatobi adalah singkatan nama dari keempat pulau utamanya. Sebelum 18 Desember 2003, kepulauan ini disebut Kepulauan Tukang Besi dan masih merupakan bagian dari Kabupaten Buton.

Jadi, Wakatobi memang surga untuk penggemar olahraga selam. Sampai saat ini, ada 29 titik penyelaman yang ditawarkan kepada siapa saja yang mau datang ke sana. Mau tahu tempat penyelaman yang spektakuler di sana? Ada, nama titiknya adalah Mari Mabuk. Main-main? Bukan. Nama tempatnya memang itu dan siapa pun yang datang ke titik dekat Pulau Tomia itu pasti akan mabuk karena keindahannya.

Putri Indonesia 2005, Nadine Candrawinata, sudah membuktikan keindahan Mari Mabuk bulan April lalu saat menyelam bersama Bupati Wakatobi Hugua dan beberapa wartawan Ibu Kota.

Keindahan daratan

Baiklah, sebelum lebih jauh membicarakan Wakatobi, hal terpenting yang harus diutarakan adalah bagaimana mencapai kabupaten itu.

Cara terbaik dan termurah saat ini adalah datang dulu ke ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari. Dari sana, kapal reguler menuju Pulau Wangiwangi berangkat tiap pagi pukul 10 dan akan tiba di tujuan sekitar 10 sampai 12 jam kemudian. Dari Wangiwangi, perjalanan ke pulau-pulau lain bisa ditempuh dengan perahu-perahu sewaan atau perahu reguler yang sederhana, tetapi cukup aman.

Saat ini sebuah bandara sedang disiapkan di Wangiwangi. Kalau bandara ini selesai, diperkirakan pertengahan 2008, untuk mencapai Wangiwangi bisa dilakukan dengan penerbangan dari Bali, Makassar, atau Manado.

Hanya penyelamankah pesona Wakatobi?

Bukan sama sekali. Bisa dikatakan Wakatobi indah di atas dan di bawah sekaligus. Alam di sana masih bersih dan itu bisa dilihat dari beningnya sungai-sungai di sana. Perahu seakan melayang karena air di bawahnya seakan tidak terlihat.

Kesadaran akan kebersihan ini sangat disadari masyarakat setempat. Sampah plastik umumnya dikumpulkan di suatu tempat untuk dijual kepada penadah. Selain membuat pemasukan bagi penduduk, kesadaran ini relatif menjaga kelestarian alam di sana.

Pesona darat Pulau Wangiwangi adalah pada mata air-mata air di celah-celah bukit kapur, juga beberapa benteng dan masjid tua sisa Kerajaan Buton. Adapun Pulau Kalidupa dan Tomia kaya pemandangan pantai serta tarian tradisional.

Pulau terujung, yaitu Binongko, yang dulu dikenal sebagai Pulau Tukang Besi, memang dipenuhi para pandai besi. Mereka mengerjakan pembuatan aneka alat rumah tangga yang dijual sampai Makassar. Saat mereka menempa besi panas adalah atraksi menarik. Sayangnya, sebagian pandai besi sudah memakai pipa pralon menggantikan bambu sebagai alat peniup api.

Di Pulau Binongko pula penenun tradisional masih memberi pesona fotografis. Tenun yang mereka buat selama sepekan sampai sebulan bisa langsung dibeli dengan harga antara Rp 100.000 sampai Rp 1 juta tergantung mutu.

Pendek kata, kalau menginginkan keindahan alamiah, datanglah ke Wakatobi.

Penulis : Arbain Rambey
Sumber : Kompas